Sabtu, 22 Oktober 2011

Ummi, ini apa namanya?

Aya, putri pertama saya usianya 2 tahun 8 bulan.  Seperti anak-anak sebayanya, selalu bereksplorasi dengan lingkungannya.  Seperti sore itu ketika saya memandikan adiknya,  Umar yang baru berusia 2 bulanan.
"Ummi, ini apa namanya?" Dia menunjuk tonjolan di perut adek. Sepertinya sudah agak lama dia mengamati itu.
"Itu namanya pu-sar" Aku menjawab dengan sedikit tekanan. Sementara tanganku masih sibuk menyabuni badan Umar. Acara memandikan adek selalu jadi kegembiraan mereka. Selain bisa bermain dengan  Umar yang anteeeng banget kalau mandi, mereka juga bisa membantu menyipratkan air ke badan Umar. Hemh, main air...ceritanya.
"Kakak juga punya, Mi..." Dia mengangkat bajunya.
"Ya, kakak punya. Dek Umar punya. Dek Irsyad juga punya" Aku membilas badan Umar yang sudah disabuni.
"Ummi, kalau yang ini apa?" Dia menunjuk kelamin Umar.
Hwadduh...menjawab apa ya? Hehehe, garuk-garuk kepala, sambil mutar otak dikit...
Aku tak ingin putriku yang cerdas ini mendapat jawaban yang ngawur hanya karena 'kebodohanku'. Akan lebih parah lagi jika aku memberikan konsep yg salah. Putriku ini daya ingatnya bagus sekali plus teguh pendirian. Dan aku yakin jika konsepnya salah, dia akan sukar 'diluruskan'.
Setelah agak lama, aku menjawab, "Namanya penis." .
Dia menganggukkan kepala dan mengulangi jawabanku dengan gerak bibir yang nyaris tak terbaca.
"Kayak Irsyad, Kakak nggak punya," Dia buka suara.
"Iya, karena kakak perempuan, jadi gak punya yang begini. Kalo dek Umar sama Irsyad kan laki-laki, jadi ada penisnya. " Aku menjelaskan. Dia mengangguk lalu pergi.
***
Jika anda jadi saya, jawaban apa yang akan anda berikan mengingat si penanya adalah seorang batita? Terlebih, benda yang ditanyakan adalah benda yang dianggap tabu di masyarakat kita.

Saya teringat tausiyah Ustadzah Herlini Amran ketika mengisi kajian di Masjid Rindang Garden Batuaji 2 tahun lalu. Waktu itu saya baru punya Aya dan tengah beradaptasi menjadi ibu.
Beliau menekankan bahwa menjawab pertanyaan anak (tentang seks khususnya) tidak boleh bohong, tidak menyesatkan, harus bijak dan disesuaikan dengan usia, kebutuhan dan pemahamannya.
Jika atas pertanyaan si kakak tadi, saya menjawab dengan kata 'burung' bijakkah? Bagaimana nanti jika dia membandingkan dengan burung betulan (merpati, gereja dan jenis-jenis burung lainnya yang sering dia lihat), lalu ada pertanyaan susulan,' kenapa ada burungnya?' atau 'burung kok kayak gitu?' atau lebih parah lagi, jika dia mendengar kata 'burung' yg terbayang dibenaknya adalah benda itu? Hohoho...saya berdosa dong karena menggiring pemahamannya ke sana.
Sudah bijakkah jawaban saya? Saya sendiri tidak tau. Yang jelas, dia mengambil kesimpulan sendiri dan benar. Saya tidak perlu memberikan penjelasan panjang lebar atau berbohong, atau ngawur menyikapi pertanyaannya.
Dan sepertinya dia cukup puas dengan jawaban saya.
Terlebih ketika dia meneriakkan, "Ummi...Ada air mancur!" ketika dek Umar yang belum lengkap pakaiannya pipis, saya merasa dia sudah melupakan pertanyaannya tadi...


Sekarsuli, 170711

Tidak ada komentar:

Posting Komentar